Belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku seseorang dalam situasi tertentu yang disebabkan oleh “pengalaman berulang” terhadap situasi tersebut. Dalam tinjauan psikologi kognitif belajar diartikan sebagai The process of acquiring knowledge (proses memperoleh pengetahuan). Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman hidup yang dialami oleh si pelajar agar menjadi mandiri. Belajar erat kaitannya dengan pengembangankognitif (penguasaan intelektual), afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai) danpsikomotorik (keterampilan bertindak atau berprilaku). Dalam pandangan pakar psikologi belajar kognitifis, keberhasilan belajar di ukur oleh kematangan kognisi si pelajar, dalam hal ini otak sebagai organ tubuh yang berkaitan dengan intelejensi, menjadi sangat dominan sebagai pusat memori.
Teori pembelajaran pemrosesan informasi adalah bagian dari teori belajar sibernetik. Secara sederhana pengertian belajar menurut teori belajar sibernetik adalah pengolahan informasi. Dalam teori ini, seperti psikologi kognitif, bagi sibernetik mengkaji proses belajar penting dari hasil belajar, namun yang lebih penting dari kajian proses belajar itu sendiri adalah sistem informasi, sistem informasi inilah yang pada akhirnya akan menentukan proses belajar.
Teori sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Asumsi ini didasarkan pada suatu pemahaman yaitu cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Dengan penjelasan saat seorang siswa dapat memperoleh informasi dengan satu proses dan siswa yang lain juga dapat memperoleh informasi yang sama namun dengan proses belajar yang berbeda.
Menurut
Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan
dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses
kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah
rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran.
Menurut
Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi;
(2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6)
generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik. Teori pemrosesan informasi
adalah teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan,
dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak (Slavin, 2000: 175). Teori ini
menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat
dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi
belajar tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak
melalui beberapa indera.
Dalam
upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran) diterima,
disandi, disimpan dan dimunculkan kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika
diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori dan model pemrosesan informasi
oleh para pakar seperti Biehler dan Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson
(1989).
Kompenen
pemrosesan dipilih menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk
informasi, serta proses terjadinya”lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah
Sensory receptor, Working memory dan Long tern memory.
Sedangkan
proses control diasumsikan sebgai strategi yang tersimpan didalam ingatan dan
dapat dipergunakan setiap saat di perlukan.
Ø Pengertian Teori Pemrosesan Informasi
Teori
pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan
pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak (Slavin,
2000). Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi
dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan
suatu strategi belajar tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses
di dalam otak melalui beberapa indera.
Komponen
pertama dari sistem memori yang dijumpai oleh informasi yang masuk adalah
registrasi penginderaan. Registrasi penginderaan menerima sejumlah besar
informasi dari indera dan menyimpannya dalam waktu yang sangat singkat, tidak
lebih dari dua detik. Bila tidak terjadi suatu proses terhadap informasi yang
disimpan dalam register penginderaan, maka dengan cepat informasi itu akan
hilang.
Keberadaan
register penginderaan mempunyai dua implikasi penting dalam pendidikan.
Pertama, orang harus menaruh perhatian pada suatu informasi bila informasi itu
harus diingat. Kedua, seseorang memerlukan waktu untuk membawa semua informasi
yang dilihat dalam waktu singkat masuk ke dalam kesadaran, (Slavin, 2000: 176).
Interpretasi
seseorang terhadap rangsangan dikatakan sebagai persepsi. Persepsi dari
stimulus tidak langsung seperti penerimaan stimulus, karena persepsi
dipengaruhi status mental, pengalaman masa lalu, pengetahuan, motivasi, dan
banyak faktor lain.
Informasi
yang dipersepsi seseorang dan mendapat perhatian, akan ditransfer ke komponen
kedua dari sistem memori, yaitu memori jangka pendek. Memori jangka pendek
adalah sistem penyimpanan informasi dalam jumlah terbatas hanya dalam beberapa
detik. Satu cara untuk menyimpan informasi dalam memori jangka pendek adalah
memikirkan tentang informasi itu atau mengungkapkannya berkali-kali. Guru
mengalokasikan waktu untuk pengulangan selama mengajar.
Memori
jangka panjang merupakan bagian dari sistem memori tempat menyimpan informasi
untuk periode panjang. Tulving (1993) dalam (Slavin, 2000: 181) membagi memori
jangka panjang menjadi tiga bagian, yaitu memori episodik, yaitu bagian memori
jangka panjang yang menyimpan gambaran dari pengalaman-pangalaman pribadi kita,
memori semantik, yaitu suatu bagian dari memori jangka panjang yang menyimpan
fakta dan pengetahuan umum, dan memori prosedural adalah memori yang menyimpan
informasi tentang bagaimana melakukan sesuatu.
Dalam
upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran) diterima,
disandi, disimpan dan dimunculkan kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika
diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori dan model pemrosesan informasi
oleh para pakar seperti Biehler dan Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson
(1989). Teori-teori tersebut umumnya berpijak pada tiga asumsi (Lusiana, 1992)
yaitu:
a. Bahwa
antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan informasi
dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
b. Stimulus
yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk
ataupun isinya.
c. Salah
satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dari
ketiga asumsi tersebut,dikembangkan teori tentang komponen struktur dan
pengatur alur pemrosesan informasi (proses control). Kompenen pemrosesan
dipilih menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi,
serta proses terjadinya”lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah:
1. Sensory
receptor
Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima
dari luar. informasi masuk ke sistem melalui
sensory register Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya,
informasi hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi
tadi mudah terganggu dengan kata lain sangat mudah berganti. Agar tetap
berada dalam sistem, informasi masuk ke
working memory yang digabungkan dengan informasi di long-term
memory.
2. Working
memory
Pengerjaan
atau operasi informasi berlangsung di working memory. Disini, berlangsung
proses berpikir secara sadar. Working Memory (WM) diasumsikan
mampu menangkap informasi yang diberi perhatian (attention) oleh individu.
Pemberian perhatian ini dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakteristik WM
adalah bahwa; 1) ia memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots.
Informasi di dalamnya hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa
upaya pengulangan atau rehearsal. 2) informasi dapat disandi dalam
bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Asumsi pertama berkaitan dengan
penataan jumlah informasi, sedangkan asumsi kedua berkaitan dengan peran proses
kontrol. Artinya, agar informasi dapat bertahan dalam WM, maka upayakan jumlah
informasi tidak melebihi kapasitas WM disamping melakukan rehearsal.
Sedangkan penyandian pada tahapan WM, dalam bentuk verbal, visual, ataupun
semantik, dipengaruhi oleh peran proses kontrol dan seseorang dapat dengan
sadar mengendalikannya.
3. Long
term memory
Long
Term Memory (LTM) diasumsikan; 1) berisi semua pengetahuan yang telahdimiliki
oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3) bahwa sekali
informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang.
Kelemahannya adalah betapa sulit mengakses informasi yang
tersimpan di dalamnya. Persoalan “lupa” pada tahapan ini disebabkan oleh
kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali (retrieval failure) informasi yang
diperlukan. Ini berarti, jika informasi ditata dengan baik maka akan memudahkan
proses penelusuran dan pemunculan kembali informasi jika diperlukan.
Dikemukakan oleh Howard (1983) bahwa informasi disimpan di dalam LTM dalam
bentuk prototipe, yaitu suatu struktur representasi pengetahuan yang telah
dimiliki yang berfungsi sebagai kerangka untuk mengkaitkan pengetahuan baru.
Dengan ungkapan lain, Tennyson (1989) mengemukakan bahwa proses penyimpanan
informasi merupakan proses mengasimilasikan pengetahuan baru pada pengetahuan
yang telah dimiliki, yang selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan
(knowledge base) (Lusiana, 1992).
Sejalan
dengan teori pemrosesan informasi, Ausubel (1968) mengemukakan bahwa perolehan
pengetahuan baru merupakan fungsi srtuktur kognitif yang telah dimiliki
individu. Reigeluth dan Stein (1983) mengatakan pengetahuan ditata didalam
struktur kognitif secara hirarkhis. Ini berarti pengetahuan yang lebih umum dan
abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh individu dapat mempermudah perolehan
pengetahuan baru yang rinci Proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai
dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan
informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali
informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval). Ingatan
terdiri dari struktur informasi yang terorganisasi dan proses penelusuran
bergerak secara hirarkhis, dari informasi yang paling umum dan inklusif ke
informasi yang paling umum dan rinci, sampai informasi yang diinginkan
diperoleh.
Teori
belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses
internal yang mencakup beberapa tahapan. Sembilan tahapan dalam peristiwa
pembelajaran sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung
proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah :
1. Menarik
perhatian
2. Memberitahukan
tujuan pembelajaran kepada siswa
3. Merangsang
ingatan pada pra syarat belajar
4. Menyajikan
bahan peransang
5. Memberikan
bimbingan belajar
6. Mendorong
unjuk kerja
7. Memberikan
balikan informatif
8. Menilai
unjuk kerja
9. Meningkatkan
retensi dan alih belajar
Dalam mengartikan
penyampaian informasi dengan multimedia perlu dibedakan apa yang disebut dengan
media pengantar, desain pesan, serta kemampuan sensorik. Media pengantar
mengacu pada sistem yang dipakai untuk menyajikan informasi, misalnya media
berbasiskan media cetakan atau media berbasiskan komputer. Desain pesan mengacu
pada bentuk yang digunakan untuk menyajikan informasi, misalnya pemakaian
animasi atau teks audio. Kemampuan sensorik mengacu pada jalur pemrosesan
informasi yang dipakai untuk memproses informasi yang diperoleh, seperti proses
penerimaan informasi visual atau auditorial.
Sebagai
contoh, suatu paparan tentang bagaimana sistem sesuatu alat bekerja dapat
dipresentasikan melalui teks tertulis dalam buku atau melalui teks di layar
komputer (dua media yang berbeda), dalam bentuk rangkaian kata-kata atau
kombinasi kata-kata dan gambar (dua desain pesan yang berbeda), atau dalam
bentuk kata-kata tertulis atau lisan (dua sensorik yang berbeda). Sebenarnya
istilah desain pesan mengacu pada proses manipulasi, atau rencana manipulasi
dari sebuah pola tanda yang memungkinkan untuk mengkondisi
pemerolehan informasi. Penelitian telah menemukan bukti bahwa desain pesan
yang berbeda pada multimedia instruksional mempengaruhi kualitas performansi .
Beberapa
teori yang melandasi perancangan desain pesan multimedia instruksional
ialah teori pengkodean ganda, teori muatan kognitif, dan teori pemrosesan
ganda. Menurut teori pengkodean ganda manusia memiliki sistem memori kerja yang
terpisah untuk informasi verbal dan informasi visual, memori kerja terdiri atas
memori kerja visual dan memori kerja auditori. Teori muatan kognitif
menyatakan bahwa setiap memori kerja memiliki kapasitas yang terbatas.
Sedangkan teori pemrosesan ganda menyatakan bahwa penyampaian informasi lewat
multimedia instruksional baru bermakna jika informasi yang diterima diseleksi
pada setiap penyimpanan, diorganisasikan ke dalam representasi yang
berhubungan, serta dikoneksikan dalam tiap penyimpanan . Temuan-temuan
penelitian telah menguji kebenaran teori pengkodean ganda (dual-coding theory):
terdapat dua buah saluran pemrosesan informasi yang independent yaitu
pemrosesan informasi visual (atau memori kerja visual) dan pemrosesan informasi
verbal (atau memori kerja verbal); kedua memori kerja tersebut memiliki
kapasitas yang terbatas untuk memroses informasi yang masuk. Hal terpenting
yang dinyatakan oleh teori muatan kognitif adalah sebuah gagasan bahwa
kemampuan terbatas memori kerja, visual maupun auditori, seharusnya menjadi
pokok pikiran ketika seseorang hendak mendesain sesuatu pesan multimedia.
Menurut model tingkat
pemrosesan, berbagai stimulus informasi diproses dalam berbagai tingkat
kedalaman secara bersamaan bergantung kepada karakternya. Semakin dalam suatu
informasi diolah, maka informasi tersebut akan semakin lama diingat. Sebagai
contoh, informasi yang mempunyai imaji visual yang kuat atau banyak berasosiasi
dengan pengetahuan yang telah ada akan diproses secara lebih dalam. Demikian
juga informasi yang sedang diamati akan lebih dalam diproses daripada stimuli
atau kejadian lain di luar pengamatan. Dengan kata lain, manusia akan lebih
mengingat hal-hal yang mempunyai arti bagi dirinya atau hal-hal yang menjadi
perhatiannya karena hal-hal tersebut diproses secara lebih mendalam daripada
stimuli yang tidak mempunyai arti atau tidak menjadi perhatiannya (Craik &
Lockhart, 2002).
Ø Manfaat dan Hambatan Teori Pemrosesan Informasi
1. Manfaat teori pemrosesan informasi antara lain:
1.
Membantu terjadinya proses pembelajaran sehungga individu mampu beradaptasi
pada lingkungan yang selalu berubah
2. Menjadikan
strategi pembelajaran dengan menggunakan cara berpikir yang berorientasi pada
proses lebih menonjol
3. Kapasilitas
belajar dapat disajikan secara lengkap
4. Prinsip
perbedaan individual terlayani.
2. Hambatan teori pemrosesan informasi antara lain:
1. Tidak
semua individu mampu melatih memori secara maksimal
2. Proses
internal yang tidak dapat diamati secara langsung
3. Tingkat
kesulitan mengungkap kembali informasi-informsi yang telah disimpan dalam
ingatan
4. Kemampuan
otak tiap individu tidak sama.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2011. Teori-Pemrosesan-Informasi.
https://blogzulkifli.wordpress.com/2011/06/08/teori-pemrosesan-informasi/
Anonim.2014. Teori-Pemrosesan-Informasi-.http://rini0594.blogspot.co.id/2014/03/teori-pemrosesan-informasi-dalam.html
Craik, F. I. M., Lockhart. R. S. 2002.
Levels of Processing. New York: Cyber Pasific
Slavin, R.E. 2000. Educational
Psychology, Theory and Practice. United State of America: Allyn & Bacon